Monday, December 19, 2016

Delapan Alasan Untuk Tidak Mengunjungi Bali



Musim liburan sekolah sudah tiba. Tidak hanya pelajar, para orang tua juga banyak yang sengaja mengambil cuti panjang pada bulan ini. Tentunya untuk menemani putra-putrinya berlibur.

Kemana anda berlibur? Ada rencana untuk berwisata ke Bali?

Jika iya dan akan menjadi kunjungan pertama ke Bali, mungkin ada baiknya meluangkan waktu beberapa menit untuk membaca tulisan ini yang sengaja saya hadirkan khusus untuk anda.

Memang bukan seorang pakar perjalanan wisata juga bukan traveler yang sering jalan-jalan. Namun, setidak-tidaknya, saya tahu seluk-beluk Bali dengan baik—dari aspek geografis, destinasi wisata, seni-budaya, sampai sosio-historis.

Untuk apa tulisan ini dibuat? Mungkin anda berpikir begitu.

Sederhana: saya capek membaca keluhan wisatawan lokal tentang Bali, di blog dan forum-forum, yang dari tahun-ke-tahun itu-itu saja.

Silahkan sebut saya anti-kritik, jika itu dirasa lebih tepat. Namun point utama yang ingin saya sampaikan di sini adalah rasa bosan terhadap keluhan-keluhan klise yang cenderung konyol.

Bagaimana tidak konyol, keluhan yang disampaikan lebih banyak realitas yang tidak mungkin diubah, keniscayaan yang hanya menyisakan pilihan ‘take it-OR-leave it.’ Mengeluhkan hal seperti ini selama bertahun-tahun, jika bukan sinting ya ‘dongo‘. Betul tidak?

Khusus keluhanan tentang Bali, sebagai destinasi wisata, saya percaya wisatawan TIDAK ‘dongo‘ apalagi sinting. Hanya saja, mungkin, kurang informasi—mengunjungi Bali tanpa mencari tahu tentang kondisi Bali terlebih dahulu.

Omong punya omong, informasi tentang Bali mudah diperoleh. Di era internet seperti sekarang siapapun bisa ‘googling’ lewat ponsel dalam hitungan menit. Sehingga, jika masih ada saja wisatawan yang mengaku “terkaget-kaget” setelah mengunjungi Bali, kemungkinannya jika bukan kupernya kelewat batas berarti watak nyinyirnya melebihi nenek-nenek.

Saya percaya anda bukan type kuper atau nyinyir. Sampai tiba di laman website yang tidak terkenal ini tetunya karena anda sedang berupaya mengumpulkan informasi tentang Bali sebanyak-banyaknya, sebelum datang berkunjung. Good!

Mudah-mudahan tulisan ini bisa melengkapi informasi yang sudah ada di tangan anda saat ini. Tujuan saya (sekali lagi) sederhana saja, yakni: agar anda tidak menyesal mengunjungi Bali lalu mengeluh panjang-lebar di blog dan forum-forum, seperti nenek-nenek, gara-gara anda merasa buang uang dengan berwisata ke Bali.

Saya tahu, wisatawan berhak untuk mengeluhkan destinasi wisata yang mereka kunjungi bila tidak memuaskan, termasuk Bali. Yang ingin saya ingatkan melalui tulisan ini adalah:

1. Banyak Orang Telanjang

Bali adalah destinasi wisata internasional. Kehadiran wisman di Bali untuk mencari kehangatan matahari tropis, thus suka bertelanjang dada, sudah menjadi semacam keniscayaan.

Jika anda tidak suka pemandangan seperti ini, sebaiknya anda tidak datang ke spot wisata pantai macam Kuta, Jimbaran atau Sanur.

Untuk lebih amannya, destinasi wisata selain Bali mungkin pilihan yang lebih bijak. Sebab, di daerah wisata pedesaan macam Ubud atau Tulamben pun tidak ada jaminan pasti bebas dari wisatawan asing berbikini, setidak-tidaknya di kolam renang atau restoran hotel.

2. Banyak Anjing Berkeliaran

Anjing tergolong hewan yang paling banyak dipelihara di Bali—selain kucing, ayam, bebek, kambing, sapi, dlsb. Anda boleh berasumsi bahwa: setiap 1 keluarga orang Bali hampir bisa dipastikan memelihara minimal 1 ekor anjing. Pada kenyataannya, kadang lebih dari seekor. Dan khususnya di pedesaan, seperti wilayah Ubud, keberadaan anjing berkeliaran di jalan lingkungan-desa adalah pemandangan yang lumrah.

Saya tidak pernah melakukan riset mengenai di pulau mana (di Indonesia) anjing paling banyak dipelihara. Namun, saya pernah membaca tulisan seseorang, di sebuah blog (maaf lupa namanya), yang menuturkan kekagetannya demi mendapati kenyataan bahwa banyak anjing berkeliaran di Bali.

Saya tahu, tidak semua orang melihat anjing sebagai hewan peliharaan yang wajar bagi manusia. Kepada wisatawan yang seperti ini saya sungguh kasihan dan ikut prihatin. Bayangkan dia mengaku terpaksa seharian hanya ngendon di kamar karena takut ketemu anjing bila keluar hotel. Sayang sekali, bukan?

Nah, jika anda tidak suka (atau takut) anjing, sebaiknya tidak berkunjung ke wilayah pedesaan. Meskipun tidak digigit, kemungkinan kaki/tangan diendus oleh anjing yang ketemu di jalan, besar.

Dan, jika anda benar-benar alergi terhadap anjing, apapun penyebab dan alasannya, untuk lebih amannya sebaiknya tidak berkunjung ke Bali.


3. Kembang, Sesajen dan Dupa di Mana-mana

Yang namanya pohon Kamboja, di luar Bali, biasanya hanya ada di kompleks pemakaman (kecuali mungkin di perumahan-perumahan tertentu). Itu sebabnya Kamboja sering disebut sebagai “kembang kuburan” selain Kenanga. Sedangkan di Bali hampir semua rumah dihiasi oleh kembang, terutama Kamboja, termasuk di hotel dan villa.

Lalu sesajen dan semerbak wangi dupa/kemenyan, juga menjadi sesuatu yang hampir pasti anda cium ketika berkunjung ke Bali; ya di airport, di gift shops, restoran, hingga lobby hotel. Hal yang sama juga mudah anda temui di jalan-jalan lingkungan.

Jika anda merasa tidak nyaman oleh kehadiran kembang kemboja, sesajen dan semerbak bau dupa (merasa seram mungkin?), maka tidak ada solusi selain memilih destinasi wisata di luar Bali.


4. Susah Cari Makanan Halal

Hal lain yang banyak dikeluhkan oleh mereka yang baru pertama kali berkunjung ke Bali adalah sulitnya mencari makanan halal.

Banyak rekan dari Bali yang mati-matian berargumen bahwa hal itu tidak benar, sebab pada kenyataannya banyak warung muslim—termasuk Rumah Makan Padang dan rumah makan cepat saji—di Bali.

Sebaliknya, melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan sejelas-jelasnya bahwa mencari makanan/minuman dijamin pasti halal di Bali memanglah sulit. Dengan kata lain, meski warung Muslim sekalipun, tetap saja anda tidak mendapat garansi pasti halal. Sebab, siapa yang bisa menjamin para pekerja mereka juga muslim? Siapa yang bisa menjamin supplier daging mereka juga muslim thus tahu caranya menyembelih ayam/sapi sesuai syariat Islam? Siapa yang bisa menjamin air cucian piring mereka tidak berasal dari sumur yang disebelahnya di huni oleh non-muslim yang kebetulan memelihara Babi? Tidak bisa dijamin.

Jika kriteria halal anda sampai pada tingkatan yang seperti demikian, maka saya pribadi sarankan sebaiknya anda tidak berkunjung ke Bali. Kecuali mau membawa makanan sendiri dari rumah atau membawa bahan untuk dimasak sendiri di villa/hotel.


5. Jalannya Sempit Dan Macet

Jalan di Bali rata-rata sempit. Bahkan di spot wisata paling ramai macam Kuta sekalipun. Hanya beberapa ruas jalan protokol saja yang agak lebar—seperti ByPass Ngurah Rai, Sunset Road, Gatot Subroto dan Bypass Ketewel. Itupun hanya seperenam dari jalan 6-ruas di Jakarta dan kota besar lainnya di Indonesia.

Penyebab utamanya sudah pasti lahan yang sempit. Bagaimanapun Bali itu pulau kecil. Jangan salah, Tol Bali Mandara—satu-satunya tol di Bali—pun diprotes oleh sebagian masyarakat Bali, sebab banyak menghabiskan lahan sementara manfaatnya tidak dinikmati oleh masyarakat sekitar. Membuat jalan layang tidak dibenarkan secara adat sementara membuat underpass biayanya tidak terjangkau.

Hasilnya bisa anda perkirakan sendiri, macet sudah pasti terjadi dimana-mana, terlebih-lebih jalan yang banyak dilalui oleh Bus Pariwisata.

Jadi, jika anda hendak ke Bali untuk melepaskan diri dari rutinitas kemacetan ibu kota barang beberapa hari, mungkin perkiraan anda meleset. Kecuali anda siap dengan kondisi ini maka saya sarankan agar rencana berlibur ke Bali dipertimbangkan kembali.


6. Banyak Sampah

Kekagetan lainnya yang banyak disampaikan oleh mereka yang pertama berlibur ke Bali adalah sampah. Meski selalu menjadi langganan penghargaan Adipura (btw, apa ya kriteria adipura itu?), pada kenyataannya harus saya akui dengan jujur bahwa, untuk kategori daerah wisata internasional, keberadaan sampah memang masih menjadi persoalan serius di Bali. Jauh jika dibandingkan dengan Sentosa (Singapore).

Saya sendiri tidak tahu apa inti persoalannya, yang jelas serakan dan onggokan sampah masih sering kita temukan hingga sekarang. Ini fakta.

Kecuali bisa memaklumi kondisi sampah ini, sama seperti rekomendasi saya sebelumnya, sebaiknya anda mengurungkan niat untuk berkunjung ke Bali. Coba kita lihat beberapa tahun ke depan, mungkin Bali akan lebih bersih lagi dibandingkan sekarang.


7. Kampung

“Ternyata Bali itu hanya kampung yang dipaksakan menjadi kota” keluh seseorang yang mengaku baru saja pulang dari Bali. Agak geli juga membaca keluhan semacam ini. Wisatawan macam ini yang saya sebut nyinyir dan bebal. Yang bilang Bali itu kota metropolitan siapa coba?

Bali hanyalah salahsatu provinsi di Indonesia, lokasinya pun di luar Jawa. Jelas tidak seramai dan tidak semegah kota-kota besar di Pulau Jawa. Apalagi DKI Jakarta.

Meskipun yang namanya perubahan tidak bisa dihindari, masyarakat Bali sendiri pada umumnya tidak menghendaki daerahnya—suatu saat nanti—akan menjadi kota metropolis. Mereka ingin Bali tetap lestari sebagai “kampung” seperti adanya sekarang. Setiap upaya pembangunan infrastruktur yang diperkirakan mengubah tatanan Bali sudah pasti akan memperoleh penolakan dari masyarakat. Andai Bali semacam makanan, mungkin sudah “diformalin.”

Jika anda ingin menikmati suasana kota, Bali jelas bukan pilihan yang tepat. Apalagi bagi mereka yang berasal dari kota besar seperti Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, dlsb, mengapa tidak berwisata di dalam kota saja? Lebih irit bukan? Atau mungkin ke Singapore, Sydney, Hongkong, dan kota metropolis dunia lainnya, jika ada dana lebih tentunya.


8. Mata Duitan

Hal berikutnya yang cukup sering dikeluhkan adalah perilaku masyarakat di sekitar obyek wisata yang konon mata duitan. “Harga barang yang dijual mahal-mahal, cari untungnya kebanyakan, harus kasih tips, masuk obyek wisata bayar, selendang harus sewa, apa-apa serba bayar. Intinya mata duitan!” demikian kurang-lebih keluhannya.

Yang bisa saya sampaikan sehubungan dengan fenomena ini: anda bisa mengasumsikan bahwa masyarakat Bali di sekitar obyek wisata (entah asli Bali atau pendatang) SAMA SAJA dengan masyarakat lain pada umumnya (termasuk masyarakat di di lingkungan anda sendiri); mereka harus manjalani kompetisi yang demikian ketat sekedar untuk menyambung hidup di tengah kian membumbungnya inflasi. Terlebih biaya hidup di Bali tergolong tinggi jika dibandingkan daerah lain, sementara pariwisata sampai saat ini masih menjadi sektor handalan bagi Bali.

Andai berkesempatan, mereka juga ingin bisa bekerja di ruang berpendingin, bisa liburan ke luar daerah dan menjadi wisatawan. Sayangnya, mereka tidak seberuntung anda.

Kecuali anda siap menghadapi kenyataan bahwa masyarakat Bali “tidak selugu” (baca: tidak sebego) yang pernah anda dengar, sebaiknya hindari bertransaksi dengan mereka. Misal: jangan belanja di obyek-obyek wisata. Untuk amannya, saya pikir, lebih baik jika anda tidak berkunjung ke Bali.


Secara keseluruhan, jika anda tidak siap dengan kedelapan hal di atas, rasanya memang lebih baik anda berwisata ke daerah lain. Saya pikir masih banyak daerah wisata selain Bali. Tetapi jika anda merasa OK dengan semua kondisi di atas, tentu saja Bali adalah pilihan berwisata yang paling tepat, apalagi jika anda belum pernah berkunjung sebelumnya.

Singkatnya: Hingga sekarang, begitulah Bali adanya. Take it OR leave it. Ibarat berbelanja, sebagai calon pelanggan anda punya pilihan antara membeli atau tidak, dan sebagai wisatawan anda punya pilihan antara berkunjung ke Bali atau tidak.

Bahwa ada banyak hal yang masih bisa diperbaiki oleh Bali, tentu saja IYA. Dan ini menjadi PR bagi Bali itu sendiri, mereka tahu harus berbuat apa.

Bagaimanapun juga, anda batal atau jadi, Bali tetap dan sudah terlanjur menjadi daerah tujuan wisata dunia yang—ironisnya—justru banyak disesali oleh sebagian masyarakat Bali. Lebih ironisnya lagi, yang banyak menyesali justru masyarakat yang berada di daerah yang paling banyak menikmati kemajuan sektor ekonomi dari pariwisata. Hal ini, tentunya, karena pada dasarnya mereka tidak siap menerima ekses negative yang menyertai hal-hal positive yang didatangkan oleh sektor pariwisata.

Sekedar informasi saja, banyak di kalangan masyarakat Bali sendiri yang mengeluhkan maraknya mobil plat luar Bali yang membanjiri daerah mereka di musim liburan seperti sekarang thus membuat Denpasar dan Bali Selatan pada umumnya menjadi semakin macet. Sehingga, jikapun anda memutuskan untuk batal ke Bali, misalnya, saya rasa bukan sesuatu yang mereka sesali. Justru, mungkin, malah sesuatu yang mereka sukuri. Tentunya dengan harapan mudah-mudahan anda menemukan daerah wisata yang jauh lebih memuaskan dibandingkan Bali—thus WIN-WIN.



Sumber : http://popbali.com/

close
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Delapan Alasan Untuk Tidak Mengunjungi Bali

23 komentar:

  1. Untukmu penulis : hanya orang yg tidak menghargai pekerjaan otang lain dan mempunyai sifat iri dengki yg berpikir seperti anda ini. Kalian tidak ke bali tak apa. Bali tidak butuh wisatawan yg seperti anda. Kalau masalah mata duitan, ya kami mata duitan. Anda adalah seorang yg tulus ikhlas, jika saya berwisata ke pulau anda maukah anda memberi makanan enak, pakaian bagus, transportasi mewah, penunjuk arah yg pasti itu secara gratis??? Sampah??? Yg anda katakan, ya kami banyak sampah yg smua itu adalah uang. Kenapa uang?? Semua sampah bisa dijadikan kami kerajinan, kamu lihat souvenir bali. Terus anda bilang macet?? Itu wajar karena namanya tempat wisata no 2 di dunia setelah hawaii yg jadi tujuan wisata terang saja macet.jika anda bilang bunga kamboja dan juga dupa itu tidak bagus, hanya segelintir orang seperti anda yg punya bacot seperti itu. Toh kenyataan orang jepang, iran, arab, china, america dan negara yg mengusai ekonomi dunia, kesemua itu ingin tahu dan mempelajari betul warisan dan budaya yg kami punya.orang datang ke bali termasuk kaum kalian yg menganggap diri paling suci datang ke bali bukan hanya menikmati pantai, hotel dan wahana tetapi juga pura / temple. Tahukah anda temple / tempat suci itu begitu terkenal ??? Tidak ada satupun dari mreka semua menanyakan kepada saya yg seorang pemandu wisata dimana itu masjid terbesar dan terkenal di bali? Ataupun di indonesia. Jadi bagi kami cukup anda yg mengatakan seperti ini dan yg lain tidak. Karena saya tahu keiridengkian anda seperti apa kepada bali. Hampir 50% hutang indonesia terbayar oleh pariwisata di bali. Jadi anda bisa lakukan cross checking / check ulang data anda ataupun sebaiknya anda lebih giat menuntut ilmu sebagai penulis buku. Selain mrndatangkan mamfaat bagi masa depan bangsa anda juga bisa mendatang uang untuk menafkahi anda sekeluarga. Dan jika anda ingin melarang wisatawan anda datang ke bali saya mendukung, selain tidak macet juga cuma memenuhi bali saja. Biarlah orang yg berduit datang kesini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayak y yudi adyana tidak membaca tulisan ini dengan detil, saran saya ngopi dulu byar fres apa maksud dan tujuan dari tulisan ini, tulisan ini menjawab sindiran nyame dauh tukad. bali akan tetap jaya walau mereka tidak datang ke bali, apalagi mereka suka membuat rusuh di bali

      Delete
    2. Kayaknya cuman baca judul dan 8 point nya, langsung jadi panas dan komen.

      Delete
    3. Atah😯😯😯

      Delete
    4. Pak adnyanan.... Magsud penulis bukan seperti judul tulisannya.... Makanya sebelum komentar bapak baca dumun tulisanya secara seksama.... Ampura yen iwang

      Delete
  2. Untukmu penulis : hanya orang yg tidak menghargai pekerjaan otang lain dan mempunyai sifat iri dengki yg berpikir seperti anda ini. Kalian tidak ke bali tak apa. Bali tidak butuh wisatawan yg seperti anda. Kalau masalah mata duitan, ya kami mata duitan. Anda adalah seorang yg tulus ikhlas, jika saya berwisata ke pulau anda maukah anda memberi makanan enak, pakaian bagus, transportasi mewah, penunjuk arah yg pasti itu secara gratis??? Sampah??? Yg anda katakan, ya kami banyak sampah yg smua itu adalah uang. Kenapa uang?? Semua sampah bisa dijadikan kami kerajinan, kamu lihat souvenir bali. Terus anda bilang macet?? Itu wajar karena namanya tempat wisata no 2 di dunia setelah hawaii yg jadi tujuan wisata terang saja macet.jika anda bilang bunga kamboja dan juga dupa itu tidak bagus, hanya segelintir orang seperti anda yg punya bacot seperti itu. Toh kenyataan orang jepang, iran, arab, china, america dan negara yg mengusai ekonomi dunia, kesemua itu ingin tahu dan mempelajari betul warisan dan budaya yg kami punya.orang datang ke bali termasuk kaum kalian yg menganggap diri paling suci datang ke bali bukan hanya menikmati pantai, hotel dan wahana tetapi juga pura / temple. Tahukah anda temple / tempat suci itu begitu terkenal ??? Tidak ada satupun dari mreka semua menanyakan kepada saya yg seorang pemandu wisata dimana itu masjid terbesar dan terkenal di bali? Ataupun di indonesia. Jadi bagi kami cukup anda yg mengatakan seperti ini dan yg lain tidak. Karena saya tahu keiridengkian anda seperti apa kepada bali. Hampir 50% hutang indonesia terbayar oleh pariwisata di bali. Jadi anda bisa lakukan cross checking / check ulang data anda ataupun sebaiknya anda lebih giat menuntut ilmu sebagai penulis buku. Selain mrndatangkan mamfaat bagi masa depan bangsa anda juga bisa mendatang uang untuk menafkahi anda sekeluarga. Dan jika anda ingin melarang wisatawan anda datang ke bali saya mendukung, selain tidak macet juga cuma memenuhi bali saja. Biarlah orang yg berduit datang kesini.

    ReplyDelete
  3. Bener nih,, mohon sebelum komen baca dlu baik2 isinya.. intinya jika anda tidak suka keadaan di bali jangan protes cukup cari wisata di tmpt lain..

    Mengenai sampah saya setuju, memang penanganan sampah dibali masih jauh dari kata bagus..

    Tulisan yang hebat Min!

    ReplyDelete
  4. Maksud penulis hanya menjawab sindiran orang dauh tukad...baca yg baik..

    ReplyDelete
  5. Kedelapan keadaan Bali diatas BUKAN MASALAH untuk datang ke Bali, tapi MASALAH TERBESAR dan KARMA TERBURUK sebagian orang Bali adalah berkelakuan diskriminatif secara iri dengki thd orang luar (non-Bali) walaupun masih WNI dan sesama orang Indonesia. Ada sebagian kecil orang Bali yang sangat tulus, tidak membeda2kan orang luar ataupun orang Bali - hidup mereka sangat tenang dan jarang susah, tapi sebagian orang Bali menciptakan karma buruk dan berakibat hidup mereka sering susah dan gagal, akibat dari bersikap tidak adil thd manusia2 yang mereka anggap BUKAN orang Bali. Orang Bali sering MENGELUH HIDUP TIDAK ADIL, tapi sering secara tidak sadar sering MEMPERLAKUKAN SESAMA MANUSIA SECARA TIDAK ADIL (baca: DISKRIMINATIF SECARA DENGKI) - memperlakukan KIPEM yang ujung2nya bayar duit, sementara imigran Bali dalam jumlah besar di Lampung, Kalimantan, dll tidak pernah diperlakukan KIPEM berbayar oleh warga lokal thd orang Bali yang numpang hidup di Lampung dan daerah2 kantong imigrasi orang Bali.Juga berbagai sikap SARA dan lebih serakah jika berbisnis dgn orang luar Bersikap adil-lah thd sesama manusia jika ingin hidup ini adil.

    ReplyDelete
  6. beh yg komen nada emosi malah bikin sy geli, wong penulis kasi tau org yg negatif thinking ttg Bali akan bbrp hal yg tlh dipaparkan itu, drpd trus jelekin Bali sebaiknya cari aja destinasi wisata di tmpt lain...gitu lhoooo

    ReplyDelete
  7. cari sensasi biar blog rame

    ReplyDelete
  8. Ya bener lebih baik tau informasi Ttg Bali krn Orang Bali mengharap yang datang ke Bali adalah orang2 yang berpikiran terbuka luwes dan bisa menghormati dan menghargai

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  10. orang bodoh yg bikin tulisan seperti ini

    ReplyDelete
  11. kau yg goblok org bali sendiri bali digitukan biasa saja

    ReplyDelete
  12. bener ni blii... pang bedik nak selat dukad mlali ke bali pang aman bali

    ReplyDelete
  13. Hmm.,.., ini orang buat argument mending mikir dulu., diatas td dibahas soal sesajen dan dupa., kita org bali mayoritas agama hindu ya itu kewajiban org bali., mungkin yg buat argumen ini org yg tidak memiliki toleransi antarumat beragama., urusan mau wisata kebali atau gaknya trserah aja lh yaa., kalo tanpa wisatawanpun bali gak bkal rugi koc., dn lg satu ramai itu karena wisatawan jg koc bkan krna orang asli balinya., mikir dlu sblm berargument ya. Toling camkan., dn semoga nnti tuhan membuka hati org yg tidak memiliki rasa toleransi ini ., semoga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayu trimaruti anda gagal faham....πŸ–πŸ–πŸ–

      Delete
  14. tulisannya bagus. semua tulisan diatas memang benar adanya. banyak orang dari luar bali yg masih terkaget2 dengan adat istiadat dan keadaan kita dibali. tulisan ini hanya memberi bayangan kepada calon wisatawan yg akan berkunjung ke bali bukan malah menjelekkan bali tetapi tulisan ini memang membicarakan fakta yg ada dibali. sebagai pembaca yg baik mari kita pahami dahulu dari isi tulisan yg kita baca.

    ReplyDelete
  15. Ha ha ha komentar bagus sebagai bahan instroprksi diri apabila kita ingin maju, carikan solusi yg bagus untuk mempertahankan adat budaya bali jgn emosi mendengarkan komentar kritikan mestinya jadikan bahan masukan untuk membuat kenyamanan dan keamanan pariwisata di bali.

    ReplyDelete