Saturday, January 7, 2017

Sebatang Dupa Dan Lumut Membawa Keselamatan Untuk Pulau Bali Dan Orang Bali



BALI. Pulau yang indah. Bali tanah terjanji. Tanah yang setiap jengkalnya sudah diberkati. Tanah bali tanah terberkati. Kenapa terberkati karena disetiap sudut rumah, tikungan jalan, gang, lorong, depan rumah di pintu pagar, gerbang rumah sekolah dan kantor orang bali membakar dupa. Bakar dupa untuk orang bali dimaknai sebagai penghalau bala. Memberikan persembahan kepada Hyang Widhy Wasa-Sang pencipta. Setiap rumah pasti ada pura atau pelinggih (pura kecil untuk sembahyang). Bahkan dihampir persimpangan jalan atau tikungan pasti ada pelinggih. Disana orang bali membakar dupa. Memberikan sesajian. Menghormati Hyang Widi Wasa-Sang Pencipta Langit dan Bumi. Bumi sebagai pijakan kaki dan langit sebagai junjungan kepala untuk Orang Bali disembah dan dipuja dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan Orang Bali melakukan sembahyang dengan menggunakan sebatang dupa diyakini sungguh membawa keselamatan.

Terbukti. Dupa membawa keselamatan untuk Pulau Bali. Ini benar. Ini nyata. Masih ingat dengan gempa di bali beberapa waktu lalu.? saya sudah beberapa bulan di Bali. Tepatnya di Singaraja-Kabupaten Buleleng-Bali Utara. Hari saat terjadi gempa itu adalah tanggal 13 Oktober 2011. Gempa dengan kekuatan 6,6 SR tidak sampai memakan korban jiwa. Tidak ada orang bali yang meninggal saat itu. Bukan hanya orang bali tetapi bukan orang bali yang berada di pulau bali pun tidak ada yang meninggal. Menurut saya ini adalah sebuah keajaiaban. Keajaiban dari jawaban Tuhan/Hyang Widhi Wasa atas doa yang orang Bali. Bayangkan gempa dengan kekuatan demikian hanya merusak bangunan sekolah, bangunan milik instansi pemerintah dan swasta serta pusat-pusat perbelanjaan. Data PMI Bali menyebutkan, di Denpasar beberapa sekolah yang mengalami kerusakan adalah SMK Negeri 1, SMK Negeri 2, SMA Negeri 1, SMA Negeri 4, SMA Katolik Harapan, SMP Negeri 2, SMP Widyakerti, dan SMP Negeri 3. Di Kabupaten Jembrana, terdapat satu unit bangunan milik SD Negeri 6 Jembrana roboh, sedangkan di Kabupaten Gianyar, SMA Negeri 1 Sukawati, SD Suta Darma Kuta, dan SD Kutuh Ubud, mengalami kerusakan. Tidak ada korban jiwa, hanya sekitar 80-an orang saja yang terluka. Saya lalu mengatakan kepada Kepala Bagian Humas kabupaten Buleleng, Juanedi, saya katakan,”Bali diselamatkan dengan sebatang dupa,”. Selain sebatang dupa, orang bali setiap pagi dan sore memberikan sesajian kepada Hyang Widhi Wasa. Entah itu di rumah, di kantor, di supermarket dan di tempat lainnya. Menyajikan persembahan (sesajen untuk orang Bali), dilakukan dalam sebuah tempat persegi, tenunan, nampan daun kelapa dengan hiasan bunga dan hal-hal lain. Ini adalah persembahan kepada para dewa dikenal sebagai Canang Sari. Saya lalu bertanya kepada seorang teman saya yang bernama Luh Widya Astuti arti dari persembahan itu. Dengan panjang lebar dia menjelaskan menurut kitab Veda tertulis ada sebanyak 6.400.000 jenis kehidupan, sebagaimana tertuang dalam padma purana; Jalala nava-laksani sthavara laksa-vimsati Krmayo rudra-sankhyakah paksinam dasa-laksanam Trimsal-laksani pasavah catur-laksani manusah Artinya:Terdapat 8.400.000 bentuk kehidupan. 900.000 bentuk kehidupan dalam air; 2.000.000 bentuk pohon dan tumbuhan; kemudian terdapat 1.100.000 spesies burung. Akhirnya terdapat 3.000.000 spesies binatang buas dan 400.000 spesies manusia. Sebagaimana gambaran alam semesta, kehidupan tidak hanya ada di bumi, bumi hanyalah bagian kecil dari satu alam semesta yang maha luas. Dan alam semesta kita ternyata hanyalah salah satu dari jutaan alam semesta yang lain. Dan orang Bali percaya bahwa semua itu merupakan wujud dari Hyang Widhi Wasa. Tak heran kalau di Bali ada sekian banyak hari raya dengan dewa masing-masing. Ada hari raya pengetahuan (Saraswati), hari raya uang  (buda wage Klewur-untuk mengucapak syukur dan terimakasih kepada Hyang Widhi Wasa atas rejeki yang diberikan), hari raya besi (tumpek Landep), hari raya pohon-pohonan/tumbuhan (tumpek bubuh atau tumpek Wariga), Hari Raya Bulan Purnama, Bukan Mati (tilem), hari Pagerwesi (pengendalian diri), hari raya sugian Jawa (pembersihan dunia dan isinya-alam sekitar), Hari raya sugian Bali (pembersihan badan dan pikiran), Hari Raya menghormati hewan-hewan (tumpek kandang-dirayakan enam bulan sekali). Tentang  canang sari, sebuah sari canang terdiri dari daun kelapa, bunga, pisang diiris, kernel beras, wewangian, dan strip bambu.Bunga dan makanan adalah sebuah bentuk seni yang terkait dengan setiap ritual di Bali. Berbagai bahan ini adalah media yang paling penting pengorbanan dalam agama Hindu. Canang sari Bentuk dan ukuran berbeda dalam bentuk dan fungsi ada yang berbentuk segitiga, kotak dan lingkaran. Ini adalah kepercayaan Orang Bali. Percaya pada kekuatan-kekuatan dunia tak terlihat tetapi diaplikasi melalui segala bentuk yang terlihat di alam semesta dan di muka bumi. Ketika kita sedang berada di Bali, akan kita jumpai pohon yang dibalut kain warnanya hitam dan putih. Ada yang berwarna kuning gading. Selain pohon juga pelinggih. Patung juga demikian. Di balut kain alias alias memakai kain. Kain yang dpakaikan pada pohon, pelinggih dan patung itu oleh orang bali disebut Saput Poleng warnanya  Hitam-Putih sebagai lambang Rwa Bhineda.

Inti dari kepercayaan Orang Bali adalah berpikir dan berperilaku untuk keseimbangan alam dan kehidupan. Keseimbangan dalam kehidupan merupakan sebuah konsep yang sangat mendasar dalam kehidupan di Bali. Semua yang ada, baik dalam dunia mikro (micro cosmos) maupun dalam dunia makro (macro cosmos) didasari oleh konsep ini. Demikian juga yang ada dalam dunia yang kelihatan (sekala) maupun yang tidak kelihatan (niskala), tidak luput mengikuti konsep alam ini. Rwa Bhineda yang jika ditilik dari arti katanya, Rwa = Dua, Bhineda = Yang Berbeda,  bisa diterjemahkan sebagai dua hal berbeda dalam kehidupan yang selalu menjadi satu dan tak terpisahkan satu sama lain. Sesuatu yang jika ada, maka yang lainnya pasti akan selalu ada sebagai penyemibangnya. Ada siang- ada malam. Ada sedih ada bahagia. Ada tua, ada muda. Ada utara, ada selatan. Ada positive, ada negative. Ada pria ada wanita.  Inilah yang dimaksudkan dengan Rwa Bhineda. Rwa Bhineda inilah yang menjadi dasar dari hukum keseimbangan dalam semesta. Jelas Widya Astuti panjang lebar. Dari semua yang dilakukan oleh orang bali mengajarkan kepada Kita bahwa apapun yang kita lakukan dalam hidup ini, suatu saat akan membuahkan hasil yang serupa. Bila kebaikan yang kita tanam, maka kebahagiaanlah yang akan kita tuai. Sebaliknya jika keburukan yang kita lakukan, maka penderitaanlah yang akan menghampiri kita. Orang Bali benar. Mereka sungguh menjaga kesimbangan antara alam dan perilaku manusia. bayangkan saja, ditempat lain, kita sulit menemukan  awan yang  turun menyapa bumi tetapi di bali awan turun ke bumi adalah hal yang biasa. Pertanda Yang Di Atas merestui semua perilaku manusia di Bali.


Lain lagi, pagar rumah orang Bali. Tembok rumah orang bali. atap rumah orang bali. pura  dan pelinggih orang bali. halaman rumah orang bali. disana pasti ditemukan lumut. Mereka membiarkan saja seperti itu. Sungguh sangat alami. Rumah mewah sekalipun kalau pagarnya ditumbuhi lumut dibiarkan begitu saja. Sungguh sesautu yang sangat alam. Hal ini dikenal dengan moss graffiti atau graffiti yang menggunakan lumut, disebut juga eco-graffiti atau green graffiti, menggantikan cat semprot, cat-spidol atau cat lainnya yang menggunakan zat kimia beracun. Tidak hanya para desainer interior, arsitektur dan juga botanist yang menginginkan kondisi bumi kembali seperti sedia kala. Desainer grafis dan juga para pencinta grafiti juga turut andil menyumbangkan karyanya yang mendukung terciptanya lingkungan Eco Designer Sang Peduli Lingkungan. Orang Bali sudah melakukan itu.


No spray, no painting, no smoke no CFC gas. Grafiti kali ini benar-benar sangat peduli dengan lingkungan. Tidak ada gudang CFC tambahan yang menjadi penyumbang semakin besarnya lubang ozon, tidak ada penggunaan cat berlebihan. No more pain to spread. Edina Tokodi adalah seniman dari Williamsburg, Brooklyn.Ia berpendapat bahwa kepedulian manusia dengan alam berkurang. Penduduk kota sering tidak memiliki hubungan dengan hewan atau tanaman .Sebagai seorang seniman ia mempunyai tugas untuk menarik perhatian kekurangan dalam kehidupan kita sehari-hari. Akan tetapi Orang Bali sudah melakukan  itu sejak puluhan tahun lalu sampe saat ini. Hemat saya, lumut yang menempel di batang pohon, di pagar rumah, di pelinggih, di purah, di batu, di atap rumah mampu mendeteksi tingkat polusi udara suatu daerah. Semakin banyak lumut menempel berarti semakin baik kualitas udara di tempat itu.

Oleh karena itu, bila engaku sedang berada di Bali jangan lupa membakar sebatang dupa walau engkau bukan orang Bali. karena dengan membakar sebatang dupa = kita sudah berdoa menyelamatkan tanah Bali. Tanah terberkati. Tanah terjanji dengan sejuta pura. Untuk teman dan sahabatku Orang Bali, Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan. Dps. 27 Januari 2012. Salam Sandro wangak

Penulis : Sandro Balawangak


Sumber : http://www.kompasiana.com

close
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Sebatang Dupa Dan Lumut Membawa Keselamatan Untuk Pulau Bali Dan Orang Bali

0 komentar:

Post a Comment